True Story. Tips Merubah Sikap Istri.

True Story. Serial "Mengurai Benang Kusut Kehidupan "

Bagian I.
Tips Merubah Sikap Istri
(True Story)

Pembaca "Motivasi Hidupku" yg budiman, sebelumnya ijinkan saya menyebut Anda dengan kata "kamu" supaya lebih akrab. Boleh, kan?

Apakah hubungan kamu dengan istri saat ini baik-baik saja? Tidak pernah atau jarang terjadi pertengkaran, percekcokan? Atau mungkin bahkan KDRT alias Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Kalau semua baik-baik saja, harmonis, syukurlah. Saya ucapkan selamat.

Tetapi, kalau hubungannya kurang harmonis, dan kamu ingin memperbaikinya, barangkali pengalaman saya ini bisa bermanfaat. Kalau kebetulan kamu adalah seorang istri, barangkali ini juga bermanfaat untuk kamu karena kamu bisa melihat atau mencoba memahami permasalahan dari sisi suami.

Atau mungkin suatu saat kamu punya teman yg mengalami permasalahan serupa, ”kasus” saya ini bisa dipakai untuk ”menasihati” atau sharing dengannya. Dengan begitu, Anda bisa menjadi teman atau bahkan sahabat yg baik. Saya telah membuktikan, ketika ”kasus” atau tips saya ini saya berikan ke teman yg mengalami masalah seperti ini, hubungan teman saya tadi dengan istrinya sekarang juga kelihatan lebih baik. Dan usahanya juga menjadi makin lancar.

Perlu kamu ketahui, saat ini hubungan saya dengan istri 99.99% harmonis. Jarang sekali, atau bahkan tidak pernah lagi terjadi pertengkaran, meskipun ”perbedaan” itu tetap saja ada. Saya dan istri juga menjadi lebih bahagia. Ini berbeda 180 derajat dengan suasana sebelum saya menerapkan tips yang akan saya ungkapkan dalam artikel ini.

Dari Mana Sumber Inspirasi itu?

Pembaca "Motivasi Hidupku" yg budiman, sebelum saya menjawab, ini ada sedikit cerita. Fakta alias True Story. Pernah suatu saat, ada keluarga yang baru sekali itu saya kenal, dan setelah berbicara, berdiskusi, atau sharing sekitar ½ jam, perempuannya mengatakan: ”Pak Stanley ini, koq, begitu bijaksana, ya, Pak? Mbok, kaya’ Pak Stanley ini, lho, Pak!” katanya mulai membandingkan saya dengan suaminya. Saya jadi tersanjung, tapi juga merasa tidak enak dengan suaminya, sehingga saya cepat-cepat ”menetralisir” suasana. (He..he.. saya jadi terlalu GR, nich...! Atau malah sombong, kali, ya?)

Mungkin kamu bertanya, dari mana, sich, sumber inspirasi yang kemudian mendatangkan keharmonisan hubungan suami istri ini? Atau kenapa, sich, koq saya bisa berubah begitu total menjadi orang yang ”bijaksana” dan sukses merubah ”watak” istri?

Baiklah. Jawaban saya adalah: Semua itu berawal dari buku ”The Quantum Happiness” – Meraih Kebahagiaan (Sejati) dengan Psikologi Kesadaran tulisan Deepak Chopra dan Vikas Malkani (Ini bukan iklan, lho..!! Betul..!!).

Karena saya ingin sekali mendapatkan kebahagiaan hidup, karena saya merasa selama ini saya tidak bahagia, bahkan ”tidak punya arah”, atau tujuan hidup, meskipun secara materi, atau nasib, sebenarnya tidak buruk-buruk amat, tetapi saya merasa hidup ini hanya 'muter-muter' saja. Tidak ada kesuksesan. Padahal saya ini punya banyak ”keahlian”.

Dan ketika saya membaca buku ini, maka saya seperti mendapatkan pencerahan (enlightening), semangat baru, dan harapan, serta kesadaran bahwa sebenarnya hidup ini bisa lebih berarti. Lebih bahagia. Maka, sedikit demi sedikit saya mulai mencoba, mulai berusaha mempraktekkan apa yang tertulis dalam buku itu. Saya pun kemudian punya keinginan kuat untuk meninggalkan ”masa lalu” saya.

Pembaca "Motivasi Hidupku" yg budiman, awalnya memang tidak berjalan mulus. Kadang lupa. Kadang ”tidak kuat”. Tapi saya terus berusaha. Dan ketika sedikit demi sedikit saya mulai menuai hasilnya, maka kekuatan untuk menerapkan ”ilmu” dari buku itu menjadi semakin besar.

Apa, sich, masalah utama saya?

Kalau ditanya apa, sich, masalah utama saya? Saya sendiri sebenarnya tidak tahu. Tetapi yang jelas , ya, itu tadi. Kenapa, sich, hidup saya ini, koq, hanya muter-muter saja? Bahkan, kadang dulu saya seringkali pasrah dengan ”ramalan” teman tentang nasib atau masa depan saya.

Ceritanya begini.

Suatu saat, lebih dari sepuluh tahun lalu, sekitar tahun 95, setelah melihat telapak tangan saya, teman saya bilang: ”Kamu ini nantinya tidak akan kaya-kaya banget. Tapi juga tidak akan miskin-miskin banget. Biasa-biasa saja”, katanya.

Ramalan” teman ini sedikit banyak menghantui pikiran saya. Tetapi, kadang juga saya pakai sebagai pembenar ketika saya terus tergerus pada pusaran kehidupan saya yang tak berujung-pangkal. Saya sendiri juga tidak tahu harus memulai dari mana ketika harus mengurai benang kusut kehidupan ini.

Kalaupun kemudian saya mulai / awali dengan merubah sikap / sifat / watak istri, itupun karena suatu kebetulan. Yaitu, kebetulan ketika saya mulai mencoba mempraktekkan, ternyata kasusnya atau lebih tepatnya peristiwa (moment) saat itu adalah terkait dengan masalah sikap keras istri (dalam memilih pakaian anak yg sangat berbeda dengan selera saya). Dan ternyata, tak tahunya, itulah awal perubahan besar dalam hidup saya dalam meraih kebahagiaan.

”Menyikapi” Istri Keras Kepala

Terus terang, salah satu masalah rumah tangga terbesar saya ”ternyata” adalah masalah sikap istri. Di mata saya, dia ini orangnya keras kepala. Susah diajak bicara. Kalaupun misalnya bisa diajak bicara, paling-paling berujung cek-cok, adu mulut.

Meskipun tidak sampai “turun tangan” alias terjadi pemukulan atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), tetapi emosi biasanya menjadi memuncak, dan daun pintu seringkali jadi sasaran tinju saya (Karena mau pukul tembok, kan, nggak berani. Nanti malah sakit sendiri, kan..?). Kalau sudah begitu, biasanya terus saling berdiam diri, tidak bertegur sapa sampai beberapa hari.

Selain susah diajak bicara, dia juga seringkali negatif thinking, dan juga terlalu sensitif. Dalam hal selera pakaian, baik untuk dia sendiri maupun untuk anak, kami juga tidak cocok. Seleranya saya nilai tidak bagus, meskipun menurut dia itulah yang bagus.

Pembaca "Motivasi Hidupku" yg budiman, sikap, atau mungkin watak istri saya inilah yang saya tidak suka. Saya ingin dia menjadi orang seperti yang saya inginkan. Hingga suatu ketika, di hari Sabtu bulan September 2009, beberapa minggu menjelang lebaran, moment itu tak akan pernah hilang dari ingatanku. Karena hari itu adalah saksi dari indahnya perubahan sedikit yg aku lakukan, tetapi ternyata kebahagiaan luar biasa yg aku / kami dapatkan.

Seperti biasa, menjelang lebaran aku dan istriku membelikan baju untuk anakku. Dan seperti biasa pula, aku bersama istri yg nyebelin itu, belanja di supermarket langgananku. Ketika mulai memilih-milih baju aku mulai bersiap diri untuk ”bertempur” dengan istriku.

Seperti biasa, masalahnya adalah masalah selera model dan warna baju. Selama ini aku selalu berbeda, bahkan bisa dibilang bertentangan dengan istriku soal selera baju ini. Dan selama ini hampir selalu berakhir dengan ketidaksepakatan. Sehingga yg sering terjadi adalah kami tidak jadi membeli baju, dan kemudian esok harinya istriku beli baju sendiri sesuai seleranya untuk putriku di pasar tradisional (bisa ngebayangin ”mutu”-nya, kan..?).

Tidak hanya itu, “pertempuran” itu biasanya berlanjut sampai beberapa hari dan hubungan menjadi terganggu. Seperti biasa, ujung-ujungnya terjadi ”gencatan senjata” layaknya Israel dan Palestina. Tapi hari itu menjadi lain dari biasanya, ketika aku mulai merubah sikapku yang ingin mempraktekkan ”nasihat” dalam buku The Quantum Happines itu.

Dan inilah kisah selengkapnya. My True Story.


Saat itu istriku mulai memilih-milih baju. Tidak hanya satu, tetapi dua buah sekaligus. Setelah muter-muter ke sana-ke mari akhirnya tiba pada keputusannya untuk memilih baju model pesta. Sudah kuduga sebelumnya, bahwa pilihannya pasti tidak sesuai, tidak cocok dengan seleraku.

Dan ternyata benar. Dia pilih baju dengan model pesta yg aku tidak suka. Belum lagi warnanya ungu tua yang aku nilai sangat tidak cocok dengan warna kulit anakku yg coklat sawo matang sedikit agak kuning. Amarahku hampir ”meledak” dibuatnya. Panas dada ini rasanya.

Tetapi ketika aku ingat nasihatThe Quantum Happiness” bahwa aku tidak boleh memaksakan egoku, maka akupun berusaha untuk bisa menerima pilihan istriku. Maka ketika istriku bertanya ”Bagus, nggak, Pa?”, sambil memaksakan sedikit senyum akupun menjawab: ”Ya... bagus. Bagus sekali.” Sambil mencoba melepaskan / menghilangkan emosiku aku bilang lagi, ”Cocok, koq, Ma!”

Mendengar jawaban itu, istriku kelihatan agak heran. Surprise. Ini bisa dilihat dari ekspresi wajahnya yang kelihatan sumringah. Riang bersemangat. Akupun ”test” lagi dia, ”Tapi, bayarnya pakai uang Cash Mama, ya?” (Biasanya pakai kartu kreditku. Uang dia nggak boleh keluar. Curang, kan..??!).

Mau tahu apa jawabnya? ”Ya, Pa. Pakai uangku saja!” katanya sambil bergegas menuju kasir dan membayar memakai uangnya. Ia kelihatan senang sekali pilihannya ”saya terima”. Aku pun kaget setengah mati. ”Istriku mau bayar dengan uangnya sendiri. Ini luar biasa..!!”, pikirku.

Tapi aku masih punya masalah. Masalahnya adalah sebenarnya aku tidak suka model baju pilihan istriku tadi. Maka, tanpa sepengetahuan istriku, aku mencari pakaian anak yang sesuai seleraku. Akhirnya dapat juga. Tetapi kemudian istriku mendekat dan bertanya: ”Beli pakaian anak buat siapa, Pa?”

”Buat anak kita, dong!” jawabku.

”Lho, kan, sudah aku belikan dua”, katanya.

”Gini, lho, Ma. Waktu anak kita sakit, kan, aku sudah janji. Kalau dia sudah sembuh dari sakitnya, saya akan belikan baju. Nah, kini dia sudah sembuh. Jadi, saya harus belikan dia. Boleh, kan?” Aku mulai mengarang cerita untuk membela diri.

”Ya. Nggak apa-apa!” jawabnya agak heran. ”Tapi, pake kartu kredit Papa, ya?” ”kebiasaan lama”-nya muncul lagi.

”Ya. Tentu, dong..!” jawabku.

Perubahan Dimulai.

Pembaca "Motivasi Hidupku" yg budiman, sejak peristiwa itu, hari-hari berikutnya istriku mulai menampakkan perubahan sikap. Ini sungguh di luar dugaanku.

BERSAMBUNG....

No comments:

Post a Comment

Use coupon code for $5 off your first coffee purchase- BLOGME5

Baca Kisah-kisah Motivasi Lainnya di Bawah Ini: